H. Susno Duadji : Bertani itu Terhormat dan Menyenangkan

PALEMBANG,(muaraenimonline) – Rabu 03 Mei 2017 , Indonesia adalah negara agraris dengan lahan yang sangat luas, tanahnya subur, iklimnya relatif sama sepanjang tahun, keahlian dan pengalaman bertani sudah diwarisi ribuan tahun sejak zaman nenek moyang, jumlah penduduk 250 juta orang yang merupakan pasar dalam komuditas pertanian dalam negeri yang sangat besar,

Sayang nya peluang untuk mengembangkan sektor pertanian yang swdemikian besar paradok dengan kenyataan dimana Indonesia bukan menjadi negara eksportir komuditas pertanian, tapi menjadi negera inportir raksasa komuditas pertanian, Indonesia menjadi pasar komuditas pertanian negara lain, devisa Indonesia yang didapat dari hasil menjual komuditas pertambangan terkuras untuk membeli komuditas pertanian, yang semestinya mampu dicukupi dengan hasil pertanian dalam negeri, bahkan semestinya Indonesia harus mampu meraup devisa yang banyak dari hasil eksport komuditas pertanian,

Mengapa demikian ?
Inilah problem kita bersma, inilah tantangan kita bersama yang harus kita jawab dengan kerja keras, dan kemauan harus menjadi persyaratan utama,

Pemerintah mencanangakan tahun 2016 adalah tahun penuh tantangan , pemerintah berniat dan bertekad SWASEMBADA pangan, katanya merupakan tahun batas waktu atau deadline, dimana Indonesia akan
swasembada beras, jagung, dan kedelai. Bahkan pernah dinyatakan Indonesia (akan) swasembada beras di tahun 2015, jagung 2016, dan kedelai 2017, dan setelah itu pangan lainnya ; daging sapi, gula, dan lain-lain,

Apakah target ini tercapai ??
Faktanya masih sering terjadi gejolak pasar baik harga maupun ketersediaan bahkan untuk komuditas pertanian ; jagung, daging sapi, ayam, telur ayam, bawang merah, cabai, kacang hijau, dan kacang tanah, disamping masih tetap meninpor gula, beras, jagung, kedelai, dan hortikultura.

BPS mengeluarkan angka peningkatan produksi pangan di tengah El Nino yang melanda Indonesia tahun 2015. Produksi padi pada 2015 meningkat 6,37 persen, jagung 3,17 persen, dan kedelai 0,85 persen (BPS, 2016). Angka-angka itu tergolong spektakuler mengingat tidak pernah ketiga komoditas yang menggunakan lahan yang sama tersebut naik bersama-sama selama belasan tahun terakhir ini.

Data lain yang menggagalkan seluruh klaim kenaikan produksi adalah impor. Impor beras meningkat dari 0,844 juta ton menjadi 0,862 juta ton atau peningkatan sebesar 2,0 persen, jagung meningkat 3,7 persen menjadi 3,5 juta ton, sedangkan kedelai meningkat 9,8 persen menjadi 6,417 juta ton. Peningkatan impor komoditas lain yang volumenya di atas 0,25 juta ton tahun 2015 adalah impor gula 3,472 juta ton (14,2 persen) dan ubi kayu sebesar 0,6 juta ton (64,4 persen) (Kementerian Pertanian, 2014-2016). Total impor pangan 2015 menguras devisa 8,846 miliar dollar AS atau Rp 116,5 triliun.

BACA:  Polantas Polres Lhokseumawe Berhasil Tangkap Pelaku Tabrak Lari

Untuk impor Khusus beras Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa hingga triwulan III-2016 Indonesia telah mendatangkan 1,1 juta ton beras dari luar negeri dengan nilai mencapai US$ 472,5 juta. Sementara pada periode yang sama tahun lalu jumlahnya hanya 229,6 ribu ton dengan nilai US$ 99,8 juta. Negara pemasok beras terbesar Indonesia adalah Thailand, Vietnam dan Pakistan.

Import Jagung tahun 2016!”
Sumber : Investor Daily
Pemerintah memutuskan mengimpor jagung sebanyak 2,4 juta ton untuk kebutuhan pakan ternak pada 2016. Impor itu akan direalisasikan secara bertahap sebanyak 200 ribu ton setiap bulan. Impor tahun depan hanya mencapai 30% dari total kebutuhan jagung nasional yang mencapai 8,6 juta ton per tahun atau sekitar 665 ribu ton per bulan.
Negara asal ; India, Brasil, Thailand, dan Amerika Serikat (AS),
Sebenarnya, kebutuhan jagung tahun depan mencapai 14 juta ton, termasuk 5,21 juta ton untuk industri pangan.

Data tersebut saya sajikan untuk menggambarkan bahwa kesempatan dan peluang untuk menggeluti sektor pertanian di Indonesia sangat menjanjikan ;
~ pasar dalam negeri komuditas pertanian masih sangat terbuka luas,
~ lahan kita luas,
~ tanah kita subur,
~ keakhlian kita bertani sudah kita warisi turun temurun,

Apakah bertani itu ditinjau dari segi ekonomi menguntungkan ?
Jawabnya ;
Bisa ya bisa juga tidak, sangat tergantung dengan ;
~ ketersedian dan harga bibit,
~ ketersedian dan harga pupuk,
~ keteraediaan dan harga racun/ obat hama,
~ sarana penunjang berupa jalan desa,
~ rantai pemasaran komuditas pertanian,
~ harga komuditas pertanian saat panin,

BACA:  Masih Banyak Saja Warga Mau Curangi Ahok

Semua komponen penentu di atas sangat ditentukan okeh kebijakan dan keberpihakan pemerintah kepada petani dan pertanian,

Senagai pengalaman yang langsung saya rasakan ;
~ saya menggarap sendiri lahan sawah saya untuk ditanami padi dengan dibantu tenaga kerja sekitar lokasi lahan sawah,
~ membeli bibit yang ada di pasar,
~ membeli racun, pupuk dan obat pertanian di pasar yang teraedia,
~ waktu yang dibutuhkan sejak menggarp sampai panin sekitar 5 bulan,
~ biaya per hektar sekitar rp 7 juta
~ saat panin hasil rata-rata 6 s/d 7 ton gabah kering per Ha
~ harga gabah rp 3,800 per Kg
~ berarti masih ada keuntungan

Petani akan merasa berubtung kalau harga gabah sekitar rp 4.000 per Kg dan lahan yang digarap lebih dari 2 Ha,

Kalau dilihat dari data demikian maka bertani hasil perbulan masih dapat sekitar rp 5 jt lenih kurang,
Kalau lahan bya lebih luas lagi maka akan lebih lunayan lagi hasilnya,
Kalau tanah 1 Ha tidak hanya ditanami padi, tapi setiap jengkal tanah dimanpaatkan unt tanaman lain disamping padi, misal ; cabi, tomat, bawang, pisang, lada, pepaya, dll.

Maka hasilnya akan lebih maksimal lagi, dan tentunya lebih menjanjikan lagi,,

Percuma kita punya lahan luas, subur, dan punya keakhlian bertani kalau para pemuda nya ;
~ malas bertani,
~ merasa bahwa bertani tidak terhormat,
~ merasa bahwa menjadi PNS lebih bergengsi,

Pertanian memerlukan tenaga kerja yang handal, bertani tidak cukup hanya dengan otot, tapi perlu juga otak agar dapat membuat perencanaan tanaman, perencanaan biaya, perencanaan waktu, perencanaan pemasaran, dll

Bertani perlu hitungan , bertani perlu juga menejemen,

Hasil bertani akan lebih aduhi lagi manakala kita sudah memasukan sentuhan ekonomi kreatif untuk mewujudkan ;
~ agro bisnis,
~ agro industri
Agar mendapatkan value added / nilai tambah

Disinilah peranan pemerintah untuk memberikan fasilitas, bimbingan dan penyuluhan agar bertani komvensiknal dan tradisional dirubah menjadi bertani modern,

Insya Allah para pemuda akan senang bertani,

Semoga

Susno duadji
—————–
~ Ketua Umum TP Sriwijaya
~ Ketua Komite Pemantau Pengawas Pertanian Indonesia
~ Datuk Patani Sumsel
(Al’Djamaz)

Facebook Comments














Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *