Bumerang Terkait Upah Buruh dalam Program Vokasional

Jakarta – Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartarti selaku Pengamat ekonomi menjelaskan, Jikanya program vokasional yang tengah digencarkan oleh Presiden Joko Widodo, bisa menjadi bumerang bagi pemerintah dalam membenahi upah buruh, yang terus dipermasalahkan setiap peringatan Hari Buruh yang jatuh setiap tanggal 1 Mei.

Berdasarkan pernyataan Enny, dengan program tersebut, pemerintah terus mencetak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diklaim telah mendapat ‘vitamin’ keterampilan vokasi tambahan dari pemerintah. Hanya saja, pencetakan lulusan program vokasional itu, tak dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja yang mencukupi untuk menyerap seluruh lulusan vokasional.

“Pemerintah cetak calon pekerja dari vokasional tapi tidak sadar bahwa pengangguran dari vokasi terus bertambah. Yang sangat dibutuhkan adalah perluasan lapangan kerja,” jelas Enny, Senin (1/5).

Dan kini, ketersediaan calon pekerja yang begitu banyak, kian menumpuk lantaran tak terserap dunia kerja. Belum lagi, dengan jumlah calon pekerja yang banyak membuat dunia usaha bisa menerapkan upah kerja yang murah. Di sisi lain, mau tidak mau, pekerja akan melahap tawaran upah murah demi mendapatkan penghasilan.

BACA:  Jelang Ramadan, Persiapan Dilakukan Bandara Soeta

Hal ini kemudian menjadi bumerang bagi pemerintah karena terus ditagih para pekerja, agar mereka bisa mendapatkan upah yang layak.

Di sisi lain, pemerintah hanya bisa mengatur regulasi penetapan upah. Namun, dari sisi dunia usaha, banyak yang masih menerapkan upah yang tak sesuai dan dari sisi pekerja, upah yang diterima tetap tak mencukupi untuk hidup.

“Masih banyak pengusaha dan industri yang belum mampu memenuhi Upah Minimum Provinsi (UMP). Apalagi industri mikro meski mereka punya kemampuan menyerap pekerja yang besar,” kata Enny.

Belum lagi, masalah upah pekerja yang masih minim, terjadi lantaran minimnya ‘nilai jual’ pekerja dari sisi sertifikasi. Seharusnya, sambung Enny, calon pekerja lulusan vokasional punya amunisi tambahan untuk mendongkrak upah dengan sertifikat yang diberikan pemerintah dan berkelas nasional maupun internasional.

BACA:  Terkait Parodi Video Poligami, Ustaz Arifin Ilham Sudah Maafkan Pelaku

“Upah minim dan lapangan kerja yang terbatas juga terjadi karena minimnya investasi. Investor perlu jaminan standarisasi industri dan pekerjanya, ini harus difasilitasi pemerintah,” imbuh Enny.

Untuk itu, Enny menilai, pemerintah perlu segera berbenahi agar tak hanya terus mencetak lulusan vokasional, namun juga memikirkan jaminan terserapnya para lulusan
ke dunia kerja yang memberikan upah layak.

Sementara, berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pemerintah berencana mencetak satu juta tenaga kerja sektor industri hingga 2019 mendatang melalui program pendidikan vokasional. Pemerintah mengklaim, program vokasional ini dilakukan bersama sektor industri sehingga mampu menyesuaikan kebutuhan industri akan tenaga kerja.

Dengan misi vokasional tersebut, Kemenperin bahkan telah mengalihkan anggaran sekitar Rp131,5 miliar dari program kementerian lainnya untuk ditambahkan ke program vokasional. Sehingga anggaran untuk vokasional menggemuk menjadi Rp1,073 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Facebook Comments


















Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *