Jakarta – Sejumlah praktisi transportasi menyatakan pemerintah semestinya mendorong perusahaan transportasi berbasis aplikasi (online) dan konvensional untuk berkolaborasi dibandingkan menerbitkan berbagai aturan yang tidak perlu. Kolaborasi justru akan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen.
Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan menyatakan, pemerintah sejatinya tidak perlu merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. “Harusnya jalankan saja seperti yang ada saat ini,” kata Tigor saat dihubungi wartawan, Jumat (24/3) malam.
Menurut dia, pengaturan tarif dan kuota transportasi online saat ini tidak relevan. Sebab, mekanisme yang berjalan di lapangan adalah hukum pasar.
Masyarakat sebagai konsumen transportasi online akan memilih menggunakan moda yang nyaman dan murah. Pengaturan tarif dan kuota hanya akan berimbas pada penurunan kualitas pelayanan transportasi.
Kolaborasi antara perusahaan transportasi online dengan konvensional sejatinya bisa menjadi solusi terhadap situasi saat ini. “Pendapatan pengemudi transportasi konvensional yang berkolaborasi dengan aplikasi online justru meningkat,” kata Tigor.
Kolaborasi tersebut sejatinya dapat menggabungkan kelebihan dari masing-masing bisnis. Transportasi online yang merupakan perusahaan teknologi sangat mumpuni dalam hal inovasi aplikasi.
Sementara perusahaan transportasi konvensional sangat berpengalaman dalam bisnis angkutan. Walhasil, kolaborasi tersebut justru akan menguntungkan semua pihak.
Sebagai informasi, saat ini sejumlah perusahaan transportasi online di Jakarta sudah bekerja sama dengan transportasi konvensional. Contohnya, Go-Jek dan BlueBird yang melakukan kerja sama dalam lini bisnis Gocar. Ada pula Taksi Express yang berduet dengan Uber.
Menurut Tigor, pemerintah seharusnya cukup mengatur standard pelayanan minimum bagi transportasi. Standard inipun harus berlaku secara nasional, dan tidak boleh diserahkan kepada pemerintah daerah. “Standard aman di Jakarta dan Semarang harus sama,” kata Mantan Ketua Dewan Transportasi Jakarta ini.
Selama ini, pemerintah justru tak menegakan standard pelayanan tersebut secara konsisten. Situasi inilah yang menjadi pemicu konsumen lebih banyak memilih transportasi online yang lebih nyaman.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menegaskan, pemerintah pada prinsipnya ingin berkeadilan. Pemerintah akan mengatur transportasi, khususnya jenis taksi baik online maupun konvensional secara adil agar tidak terjadi perang tarif yang berpotensi memicu konflik.
“Waktu saya Menko Polhukam, masalah ini (angkutan online) jadi isu. Tapi spiritnya begini, pemerintah ingin buat berkeadilan,” katanya.
Menurut Luhut, pemerintah ingin membuat aturan yang adil, artinya tidak berpihak pada satu pihak dan mematikan pihak lainnya. “Harus berkeadilan, enggak boleh monopoli,” tegasnya.
Oleh karena itu, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek menunjukkan bahwa pemerintah berupaya mencari keadilan.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan pemerintah tak ingin angkutan berbasis teknologi mati. Terlebih, angkutan online juga telah banyak menyerap tenaga kerja Indonesia.