Muaraenimonline.com – Salah satu poin peraturan tersebut mengatur perubahan tata kelola lahan gambut. Yakni Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 17 tahun 2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dianggap meresahkan pekerja di bidang HTI.
Serikat Pekerja Kahutindo Jambi menilai penerapan regulasi baru itu akan berdampak semakin sempitnya ruang pengelolaan perusahaan HTI. Penyempitan ruang pengelolaan perusahaan, secara otomatis juga akan mempersempit ruang kerja. Sehingga berujung pada pengurangan terhadap tenaga kerja.
Deputi Direktur APP Forestry Sinar Mas, Iwan Setiawan menuturkan, perusahaan akan mengambil langkah secara hati-hati dalam menyikapi situasi ini.
“Pihak perusahaan akan terus berupaya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak pemerintah, melalui Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Terkait solusi terbaik untuk industri sektor kehutanan,” ujar Iwan di Jakarta, Kamis 20 April 2017.
Iwan berharap pemerintah tetap memperhatikan kelangsungan industri sektor kehutanan, yang telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Iwan juga meminta pemerintah untuk mempertimbangan dampak sosial masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan.
Melalui serikat-serikat pekerjanya, Sinar Mas Forestry meminta para pekerja untuk tidak khawatir. Perusahaan optimis lewat sinergi antara perusahaan dan pekerja, akan mampu meningkatkan kinerja dan produktivitas. Sehingga dapat menjamin keberlangsungan para pekerja.
Industri pulp dan kertas memiliki kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada 2016, industri ini berkontribusi sebesar USD5,01 miliar dalam perolehan devisa negara. Industri ini juga menciptakan sebanyak 1,49 langsung maupun dan tak langsung.