MUARAENIM,MUARAENIMONLINE.COM- Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya Nomor : 2213 K/Pid.Sus/2022, tanggl 15 Juni 2022, menolak permohonan kasasi yang diajukan Juarsah, SH mantan Bupati Muara Enim. Pasca putusan MA tersebut terhitung sejak 8 Juli 2022 status hukum Juarsah telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Tidak tersedia lagi upaya hukum, kecuali mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Kendatipun mengajukan PK, tetap tidak menghalangi eksekusi karena putusan telah berkekuatan hukum tetap.
Pada saat yang sama beredar pula isu bahwa Menteri Dalam Negeri melalui suratnya tanggal 20 Juli 2022, telah memberikan persetujuan kepada DPRD Kabupaten Muara Enim untuk melanjutkan pemilihan “Wakil Bupati Muara Enim” sebagai penjelasan atas surat Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim tanggal 22 Juni 2022 (sebelum putusan inkracht). Jika surat ini benar, perlu dikritisi. Hal ini menarik karena sejak putusan Juarsah itu inkracht, tidak hanya jabatan “Wakil Bupati”, tetapi juga jabatan “Bupati” Muara Enim terjadi kekosongan. Keduanya diberhentikan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan adanya kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim secara bersama-sama, surat Menteri Dalam Negeri tersebut tidak relevan lagi dan tidak bisa dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim, karena beberapa alasan :
Pertama, merujuk UU Pemda, khususnya pada Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 89 yang menyatakan apabila Bupati dan wakil Bupati diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pengisian jabatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah. Undang-undang dimaksud adalah UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada). Di dalam UU Pilkada diatur dengan pasal berbeda, mengenai pengisian kekosongan jabatan “wakil bupati” diatur dalam Pasal 176 UU Pilkada, sedangkan prosedur pengisian jabatan “Bupati dan wakil Bupati”, diatur dalam Pasal 174 UU Pilkada. Sementara itu surat Menteri Dalam Negeri hanya ditujukan mengenai pengisian jabatan wakil Bupati saja.
Kedua, secara substansi surat Menteri Dalam Negeri tersebut inkonsistensi, di satu sisi, membenarkan status hukum Juarsah inkracht, tetapi disisi lain menyatakan dapat melanjutkan pemilihan “Wakil Bupati Muara Enim” meskipun ada embel-embel “sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Selain itu, landasan hukumnya Pasal 176 UU Pilkada adalah tidak tepat. Dengan inkracht-nya Juarsah mengakibatkan adanya kekosongan jabatan “bupati dan wakil bupati” secara bersama-sama, maka seharusnya mempedomani Pasal 174 UU Pilkada, yaitu bukan memilih wakil bupati, tetapi ditujukan untuk memilih pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, dengan tetap memperhatikan syarat sisa masa jabatan.
Ketiga, periodesasi Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim hasil Pilkada tahun 2018 akan berakhir pada September 2023 dan bila dihitung dari bulan Juli 2022 s.d. September 2023, sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan (efektif hanya 13 bulan). Karena sisa jabatan kurang dari 18 bulan maka tidak dipilih melalui DPRD Kabupaten, tetapi Menteri menetapkan Penjabat Bupati untuk menjalankan sisa jabatan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (7) UU Pilkada. Penjabat Bupati adalah bersifat khusus dan hanya dapat digunakan untuk mengisi kekosongan jabatan bupati dan wakil bupati dalam waktu yang bersamaan. Penjabat Bupati menjabat paling lama 1 (satu) tahun atau sampai pelantikan bupati dan wakil bupati definitif. Pengusulan penjabat bupati menjadi hak prerogatif gubernur sesuai fungsi pengawasannya selaku wakil dari pemerintah pusat.
Keempat, dalam PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, pada Pasal 23 huruf (d) bahwa : “Kewenangan DPRD Kabupaten untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan yaitu untuk meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan) belas bulan”. Ketentuan ini hendak menegaskan kembali bahwa yang dimaksud dengan jangka waktu 18 (delapan belas) bulan adalah sisa masa jabatan yang harus dilaksanakan, dalam hal ini secara bersama-sama oleh Bupati dan Wakil Bupati. Artinya, jika kurang dari jangka waktu tersebut, maka ranah kewenangan mengisi jabatan tersebut tidak lagi merupakan kewenangan DPRD Kabupaten Muara Enim, tetapi sudah menjadi kewenangan Menteri Dalam Negeri.
Kelima, pembatasan sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan tersebut semakin singkat dan tidak efektif lagi menjelang pilkada serentak tahun 2024. Menurut Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, Bupati dan Wakil Bupati hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai tahun 2023. Pada ayat (9) disebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati yang berakhir masa jabatannya tahun 2023, diangkat Penjabat Bupati sampai dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati melalui pilkada serentak secara nasional pada tahun 2024. Tidak terkecuali Kabupaten Muara Enim akan dijabat oleh Penjabat Bupati sampai dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati melalui pilkada serentak secara nasional pada tahun 2024.
Beberapa alasan di atas menjadi dasar bahwa surat Menteri Dalam Negeri tersebut perlu ditinjau kembali. Secara hukum sudah tidak bisa dilakukan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim oleh DPRD Kabupaten, apalagi hanya untuk memilih wakil bupati Muara Enim saja. Kendati-pun, undang-undang memberikan peluang dilakukan pengisian jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim karena terjadi kekosongan secara bersamaan pasca putusan kasasi tersebut melalui forum DPRD Kabupaten Muara Enim. Namun karena sisa masa jabaran kurang dari 18 bulan tidak bisa lagi dilaksanakan karena bertentangan dengan Pasal 174 ayat (7) UU Pilkada Jo Pasal 23 huruf (d) PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Selain pertimbangan regulasi di atas, dari sisi asas kemanfaatan, anggaran, dan waktu, apabila pemilihan tersebut dilanjutkan tidak akan banyak manfaatnya bagi penyelenggaraan pemerintah daerah. Prosesnya akan memakan waktu sehingga berpotensi pemborosan anggaran atau APBD. Belum lagi jika ada gugatan ke Pengadilan akan menambah panjang proses, yang pada akhirnya mengakibatkan tertundanya penetapan pasangan calon terpilih. Lagi pula, sulit dipercaya pemilihan akan berlangsung bersih, dan apabila pasangan calon terlibat politik uang, tentu akan menambah persoalan baru dan bukan tidak mungkin kasus korupsi yang terjadi saat ini di Kabupaten Muara Enim terulang lagi.
Dalam kondisi saat ini, mau-mau tidak mau, suka tidak suka, Kabupaten Muara Enim akan dipimpin oleh Penjabat Bupati sampai terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitif melalui pilkada serentak tahun 2024. Kita berharap kepada DPRD Kabupaten Muara Enim untuk fokus saja pada tugas dan fungsi pengawasannya terhadap kinerja Penjabat Bupati selama memimpin dan menjalankan roda pemerintahan demi kemajuan kabupaten Muara Enim.
Muara Enim, 23 Juli 2022
Oleh Dr. Firmansyah, S.H., M.H.