Brussels – Negara-negara Uni Eropa (UE) juga merasa tidak senang dengan meningkatnya nada otoriter dari pemerintah Turki. Insiden ini semakin mengecilkan peluang Ankara bergabung sebagai anggota UE.
Kepala kebijakan asing UE, Federica Mogherini, dan Komisioner Perluasan UE Johannes Hahn, menyerukan Turki untuk menurunkan bahasanya dan menghindari meningkatnya perselisihan, Selasa (14/3)
Sementara itu, PM Turki Mark Rutte, bernada rendah sebut bahwa sanksi Turki tidak terlalu buruk, jadi tidak pantas bagi Belanda untuk marah.
“Di sisi lain, saya merasa aneh bahwa Turki terus berbicara tentang sanksi ketika Anda melihat bahwa kami tidak punya alasan untuk sangat marah atas apa yang terjadi akhir pekan ini,” kata Rutte.
Sebelumnya, Rutte juga mengkritik komentar Erdogan dengan menyebutnya tidak bisa diterima, serta tudingan Nazi sebagai pernyataan gila.
“Turki adalah negara yang membanggakan, Belanda negara membanggakan. Kita tidak pernah bisa melakukan bisnis di bawah serangkaian ancaman dan pemerasan,” katanya.
Karena di dalam otoritas negara bagian kecil di Jerman, Saarland, dan kota di Belagia, Antwerp, sama halnya melarang kampanye politik oleh politisi asing.
“Konflik internal Turki tidak memiliki tempat di Jerman. Pemilihan yang mengancam perdamaian domestik di dalam negeri harus dilarang,” kata Perdana Menteri Saarland, Annegret Kramp-Karrenbauer.